Selamat Datang di http://ubaidshakera.blogspot.com/ SaLam Pote Tolang..!.Selamat Datang di http://ubaidshakera.blogspot.com/ SaLam Pote Tolang..!. Poteh Tolang

Ubaid Shakera

Presentasi di LSM SIDAK Yogyakarta (Sentra Data dan Informasi Untuk Anti Korupsi)

Sarasehan Nasional

Foto bersama dengan perwakilan KPK dan LSM anti korupsi dalam Acara Sarasehan Nasional BEM-J Sosiologi Agama 2012

Ekstra Kampung

Foto bersama di Dusun Tanggung Kec Panggang Kab.Gunungkidul Yogyakarta di Acara hari jadi dusun tanggung

Sahabat AnGkatan Jurusan SosioloGi AGama

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 08 Maret 2014

Pemuda: Siapa aku? “Benarkah Sudah Lupa Akan Dirinya



Kepada siapa lagi jika tidak pada pemuda untuk menitipkan bangsa dan Negara ini, akan terus seperti itu kata orang tua bijak mewariskan pada penerusnya. Pemuda sebagai tunas bangsa selalu mendapatkan tempat istimewa yang masih dipercaya dan menjadi harapan untuk bisa melihat bangsa hari esok yang makmur dan bermartabat. Namun benarkah pemuda hari ini sudah menanamkan kesadaran besar itu, sikap mempertanyakan kembali pada hati nurani mungkin lebih penting untuk dilakukan daripada sekedar menjawab pertanyaan tersebut.
Melalui diskusi ini, perlunya mempertanyakan kembali sebuah eksistensi pemuda sebagai generasi harapan bangsa. Hal ini tentu menjadi sangat penting dan mendesak jika tidak ingin melihat bangsa Indonesia terus terbelenggu oleh nilai-nilai ketidakadilan, baik dari system kapitalisme global maupun system pemerintahan represif dan otoriter yang tidak pro terhadap kepentingan kerakyatan. Oleh sebab itu suka tidak suka sudah saatnya pemuda sadar dan mampu membekali dirinya dengan pola pikir yang kritis dan ditunjukkan dengan sebuah tindakan dan gerakan yang transformatif untuk mengawal dan menciptakan perubahan.
Berbicara perubahan sudah tidak asing ditelinga bahwa pemuda adalah agen of change. Penulis tertarik pada sebuah kalimat panjang yang menyatakan bahwa perubahan besar tidak akan menjadi sulit untuk diwujudkan apabila tidak dimulai dari diri sendiri. Dari dalam diri kita akan sadarkan sikap kritis dan tranformatif adalah sebuah pilihan dan keharusan guna melihat suatu kebenaran serta membongkar kepalsuan yang menyeret bangsa ini pada sebuah kepentingan kapital dan politik sebagai sahwat kekuasaan belaka.
Terlalu banyak bencana yang dialami oleh negeri ini yang katanya kaya dan subur, mulai dari kemiskinan yang tidak terselesaikan dan perselingkuhan elit dengan kekuasaan yang mengorbankan hak-hak rakyat demi sebuah kepentingan pribadi dan kelompoknya. Ayo..pemuda!! jangan kau bangga dengan tawaran kecanggihan global yang menggelapkan mata, sebut saja kecanggihan FB, BBM dan Androit misalnya, yang dapat membuat pemuda terlupa dan tertidur lelap untuk sekedar peduli melihat dan merasakan penderitaan yang sama sekali terlihat jelas di dapan mata kita. Penulis tidak mengatakan itu tidak penting, tetapi ambil sisi positifnya dan jangan terlena dengan kenyamanan yang menumpulkan daya kritis serta tindakan-tindakan yang transformatif demi perubahan yang adil dan sesuai dengan cita-cita bangsa.

oleh: Subaidi (Pembebasan 2009)
Di presentasikan di Follow Up materi PKT PMII Fak.Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Rabu, 26 Februari 2014

GOLPUT: Antara Pilihan dan Tantangan

po

Menunggu hitungan hari untuk sampai pada pesta besar demokrasi, seluruh rakyat indonesia akan secara langsung, bebas dan transparan memilih pemimpin melalui jalan politik yang akan duduk dalam pemerintahan pusat dan daerah sebagai wakil rakyat guna melanjutkan serta mengujudkan cita-cita bangsa dan negara. Pemilu 9 april 2014 nanti menjadi momentum penting dan menentukan masa depan hidup rakyat Indonesia untuk 5 tahun kedepan. Namun berdasarkan hasil survai yang dilakukan oleh LSI (lembaga Survai Indonesia) mengatakan lebih dari 50 % responden berpotensi tidak akan menggunakan hak pilihnya “golput” pada pemilu 2014 mendatang.
Golput (golongan putih) sebenarnya merupakan sebuah pilihan tindakan sebagai bentuk kekecewaan publik terhadap partai dan elit politik yang sampai saat ini belum mampu menjalankan fungsi sosialnya di tengah masyarakat. Menurut J. Cristiadi seorang peneliti Centre for Strategic and International Studies (SCIS) menyatakan bahwa belakangan ini partai hanya berkutat masalah kekuasaan sebagai ambisi politik, sehingga nampak abai terhadap problem kerakyatan. Jika hal demikian terus berlangsung dan partai tidak sadar dan membenah diri untuk sesegera mungkin kembali ke kodratnya, maka krisis kepercayaan masyarakat terhadap partai politik akan semakin menguat dan golput menjadi sebuah alasan untuk menjadi pilihan.
Sejatinya, tindakan golput adalah sesuatu yang wajar dalam sebuah Negara demokrasi yang pada hakikatnya membebaskan setiap individu masyarakat untuk menentukan hak dan pilihan. Mengingat tindakan golput adalah suatu ekspresi pilihan tindakan buplik sebagai ungkapan kekecewaan dan ketidak percayaan terhadap partai dan elit politik di dalamnya, maka tidak menjadi salah ketika dikaitkan dengan asas demokrasi. Akan tetapi kemudian muncul pertanyaan besar, apakah ekspresi kekecewaan yang di ungkapkan dengan prilaku golput dikatakan suatu tindakan yang cerdas dan memberi jalan keluar bagi problem yang ada. Berangkat dari hal inilah tema Golput: Antara pilihan dan tantangan menjadi penting untuk di diskusikan lebih lanjut oleh pemuda sebagai pemilih pemula yang akan mengawal pemilu 2014 dan pemerintahan 5 tahun kedepan.
Dalam sebuah seminar yang diselenggarakan oleh RRI di GSP UGM pada hari selasa 25 februari 2014 yang mengupas tema “Cerdas Memilih, Saatnya yang muda bicara” bersepakat bahwa golput adalah tindakan tidak cerdas dan tidak melahirkan solusi. Ditambahkan oleh KPU DI.Yogyakarta menyatakan bahwa perilaku golput sebanarnya secara tidak langsung merelakan hak pilihnya untuk ditentukan oleh pemilih secara umum, karena mau tidak mau akan dipaksa mengakui dan mengikuti langkah penguasa yang terpilih. Maka sudah saatnya menjadi pemilih yang cerdas dan ikut menentukan secara kritis memilih pemimpin yang memiliki kapasitas dan rekam jejak yang dianggap mampu mengemban amanah rakyat.
Penulis meyakini cepat atau lambat negeri ini akan dipimpin oleh sosok tokoh politik yang memiliki orentasi pro kerakyatan. Upaya yang mungkin bisa dilakukan hari ini hanya memulainya dari diri sendiri, bersikap cerdas, dewasa dan peduli tehadap arah politik. Dari diri sendiri kita akan sadarkan orang lain tentang pentingnya cerdas politik dan tidak akan ada godaan, seperti money politik, memilih tidak berdasarkan apapun atau golput yang tidak bisa menjamin untuk memperbaiki bangsa dan negara kedepan. Oleh sebab itu penulis berharap dengan diskusi ini minimal dapat menumbuhkan kesadaran diri bahwa politik adalah sesuatu yang penting sebagai jalan penentu tebentuknya kedaulatan yang kokoh dan bermartabat.

Subaidi
Dipresentasikan di Diskusi Rutin IAN (Ikatan Alumni Nasy’atul Mutaallimin) Yogyakarta

Selasa, 19 November 2013

Wajah Islam MOLAS di Molompar Atas Tombatu Timur MITRA SULUT



Molompar Atas (Molas) adalah suatu desa di Kecamatan Tombatu Timur Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) Sulawesi Utara. Jumlah penduduk keseluruhan  941 orang yang terdiri dari 492 laki-laki dan 449 perempuan dengan jumlah KK 234. Tiga Suku terbesar di Molas adalah Suku Minahasa, Suku Sanger dan Suku Gorantolo, sedangkan Mata pencaharian utama 90% penduduk adalah petani. Prosentase keagamaan mayoritas penduduk di Molas 90 % beragama Kristen Protestan dan  5% Kristen Katolik sedangkan Islam sendiri hanya 5% dengan jumlah Jemaah berkisar 14 KK (Data.Sek.Desa 2013).
Dengan prosentase keagamaan tersebut, Islam di Molas termasuk dalam katogari minoritas yang secara kuantitatif mendapatkan sebagian kecil di antara agama-agama yang diyakini oleh keseluruhan penduduk. Namun yang menarik perhatian penulis adalah wajah-wajah muslim yang selalu menampakkan semangat tinggi dalam berupaya meningkatkan keberagamaan di tengah kehidupan sosial masyarakat keagamaan Protestan.
Menurut salah seorang pengurus Masjid Molas ketika ditemui penulis setelah melaksanakan sholat maghrib berjamaah mengatakan bahwa perjuangan masyarakat muslim molas perlu menjadi tauladan bagi umat muslim minoritas di belahan Dunia. Setidaknya ada dua hal yang dapat digambarkan. Pertama pada masa-masa awal peletakan batu pertama  pembangunan Masjid di Molas. Keinginan untuk membangun Masjid adalah sebuah impian masyarakat muslim Molas yang pada masa itu hanya bermodalkan niat dan tidak ada uang sepersenpun. Segala macam upaya dilakukan, diantaranya adalah lahirnya kesepakatan untuk bekerja bersama-sama menjadi kuli (pekerja bebas) sementara upah di sumbangkan ke penitia pembangunan Masjid. Selain dari pada itu, melewati perkumpulan kerukunan antar umat di Molas, panitia pembangunan mempunyai ide cemerlang untuk mengumpulkan dana yaitu mengadakan sebuah acara islami yang menggundang tokoh-tokoh Gereja yang secara tradisi di Molas dianjurkan antar umat saling menghadiri serta membawa amlop ketika undangan acara keagamaan dan atas jalan allah ternyata yang diharapkan melebihi bayangan, tokoh-tokoh agama mengintruksikan bagi gereja-gereja di Molas untuk menyumbang alat-alat serta material untuk menyukseskan pembangunan Masjid. Alhasil dengan upaya gigih tersebut, saat ini berdiri indah Masjid Molas sebagai satu dari dua masjid yang berada di seluruh daerah kecamatan Tombatu Timur.
            Yang kedua, perjuangan muslim Molas yang patut dibanggakan adalah mempertahankan keimanan di tengah tradisi keberagamaan Protestan. Dengan kesadaran penuh akan lingkungan minoritas muslim, mereka membatasi diri dalam melakukan aktifitas islami, seperti kegiatan-kegiatan islami atau membaca bacaan sholawat tidak menggunakan pengeras suara seperti layaknya Islam di tempat lain. Walaupun demikian bukan berarti mereka lemah, namun butuh waktu secara berlahan-lahan untuk beraktifitas secara bebas dan direlakan oleh segenap masyarakat umum sekitar. Salah satu bukti konkrit kekuatan muslim Molas ketika melontarkan penolakan tegas dalam menanggapi wacana dari tokoh Gereja untuk diadakan tradisi ibadah bersama yakni saling mengunjungi antar tempat ibadah ketika pada hari ibadah agama-agama di Molas.
            Pada akhirnya penulis ingin mengungkapkan bahwa wajah islam di Molas menjadi sebuah gambaran bagi kita, begitu sangat gigih perjuangan mereka dalam menegakkan keyakinan dalam diri dan umat muslim pada umumnya. Tulisan ini mencoba mendiskripsikan suatu pengalaman dari seorang penulis sendiri dengan maksud dan harapan akan muncul kesadaran bahwa perjuangan saudara-saudara muslim diluar daerah kita sangatlah sulit hanya demi meraih jalan kebenaran. Semoga bermanfaat.!

Penulis:
Subaidi, S.Sos
Asisten Peneliti PSKK UGM For SULUT

Senin, 16 September 2013

Pak Rektor, Ijazahku Wes Keluar. Piye..?


Pada tanggal 24-25 Agustus 2013 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sukses mewisuda 1468 orang dari lulusan Diploma 82 orang, Sarjana 1221 orang dan Magister 154 orang serta Doctor 11 orang. Dalam sambutannyya, Prof.Musa Asy’ari sebagai Rektor UIN Sunan Kalijaga mengungkapkan bahwa kita patut berbangga hati karena wisuda periode kali ini adalah periode wisuda special dengan jumlah wisudawan terbanyak dibandingkan periode-periode wisuda tahun sebelumnya.
Bagi seorang sarjana muda tentu proses hidup tidak akan berhenti di hari prosesi wisuda yang kala itu sakejab menyulap menjadi hari yang membanggakan dan membahagiakan. Setelah lulus kuliah dan berhasil memperoleh gelar sarjana pasti akan banyak pertanyaan yang hendak dijawab, “ya..mau kemana?. Maka untuk sementara jawaban yang tepat, kamu kerjain apa sajalah yang penting tidak terlihat seperti orang penganguran.
Masa transisi yang dialami sarjana muda seperti keadaan menjenuhkan, membosankan dan bahkan mengalami stress merupakan sesuatu yang wajar dirasakan, hal ini akibat transformasi ruang yang semula nyaman beraktifitas di lingkungan kampus, setelah wisuda terlepaskan dan dibenturkan dengan sulitnya memperoleh ruang aktifitas baru hingga terjebak dalam ruang pengangguran. Hal itu disebabkan oleh banyaknya lulusan sarjana dan sulitnya memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bidang keilmuan serta tekanan lingkungan social masyarakat dan keluarga yang seolah-olah memberi suatu ukuran bahwa eksistensi keberhasilan sarjana yaitu dapat dilihat dari sukses tidaknya memperoleh suatu pekerjaan.
Kondisi demikian memberikan suatu implikasi dan pengaruh besar terhadap sebuah pilihan langkah hidup. Sebagaimana informasi yang didapatkan oleh penulis bahwa lebih dari 50% (wawancara dengan teman-teman lulusan priode 2012/2013) sarjana mengatakan sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang keilmuan. Ironisnya mereka mengahiri kebingungan dengan melamar pekerjaan yang sama sekali tidak ada relevansi dengan keilmuan yang ditekuninya. Seperti sarjana pendidikan misalnya yang bekerja di kasir swalayan, sarjana sosiologi bekerja jadi pelayan lesehan warung makan dan sarjana hukum bekerja di pabrik perusahan.
Jika seperti ini, saya tidak salah mengatakan bahwa kampus yang kita percaya hanya sebagai kantong para cadangan tukang-tukang pekerja serabutan oleh siapa saja yang ingin menggunakannya asalkan bermodal dan berkuasa. Lantas yang menjadi pertanyaan besar adalah kemana wajah-wajah mahasiswa yang katanya dahulu sebagai sosok yang selalu berada di garda terdepan sebagai elemin bangsa yang memiliki daya kritis dan transformatif.
Pak Rektor, Ijazahku Wes Keluar. Piye..?. Seakan tidak tahu siapa yang harus disalahkan, mereka semua mimang tidak salah dan mereka memilih untuk diam melihat para sarjana kebingungan. Dalam hal ini penulis ingin menegaskan bahwa pendidikan sejatinya dibangun untuk melahirkan sarjana yang cendekia yang siap memberikan sumbangsi terhadap bangsa dan Negara sesuai dengan keilmuan dan proses selama di kampus. Bukan untuk memenuhi bangku cadangan para tukang serabutan yang siap menunggu panggilan.
Mari kita bangun kesadaran diri jangan terjebak pada hal yang pragmatis hingga kita dengan mudah mengahiri proses. Sarjana adalah harapan bangsa dan Negara, maka wajib hukumnya untuk membangun dan mendirikan kembali kekuatan bangsa tampa harus melalui jalan formal sekalipun…sukses
Selamat membaca tulisan sarjana melewati masa-masa kejenuhan.!
Penulis:
Subaidi, S.Sos
(Wisudawan Periode 2012/2013 UIN SUKA YK)
17 September'13





Jumat, 26 Juli 2013

Emma'...!! Akhirnya Aku Juga Sarjana

Setelah melalui proses panjang dalam menempuh masa studi strata satu di Jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam (FUSPI) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Penulis berhasil menyelesaikan penelitian di daerah Sumenep sebagai tugas akhir dan sekaligus memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosial (S.Sos). Penelitian tersebut mengangkat sebuah tema yang berjudul AGAMA DAN KORUPSI (Transformasi Kekuasaan Kiai di Sumenep).
Penelitian ini mengkaji tentang agama dan korupsi yang berangkat dari pemahaman suatu kajian tentang bagaimana proses transformasi kekuasaan kiai yang semula berkuasa di ruang keagamaan ke ruang kekuasaan birokrasi negara (pemerintahan).Kiai adalah sosok yang memiliki kharismatik sekaligus sebagai tokoh percontohan “reference group” yang lahir dari sebuah gagasan dalam kultur masyarakat keagamaan. Kondisi tersebut mampu menciptakan ruang-ruang kekuasaan yang mengantarkan kiai ke dalam ruang kekuasaan birokrasi negara melalui proses dinamika politik. Sedangkan korupsi dalam konteks studi ini, merupakan sebuah kajian dengan menelaah pengaruh dari transformasi kukuasaan kiai tersebut, apakah hal demikian memiliki pengaruh terhadap tumbuhnya budaya korupsi di Sumenep.
Metode penelitian yang diterapkan adalah penelitian lapangan “Field Research” yang dilakukan di daerah kabupaten Sumenep. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, dokumentasi dan wawancara mendalam (indepth interview) terhadap sejumlah informan kunci seperti mantan DPRD Sumenep, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terkait, masyarakat umum dan sebagian dari kalangan kiai, baik yang pernah terlibat dalam perpolitikan maupun yang tidak pernah terlibat, guna mengungkap rahasia-rahasia menyangkut persoalan fenomena tindakan korupsi. Penelitian ini berusaha menganalisis secara deskriptif dari segala sumber yang berhasil diperoleh selama penelitian di lapangan. Sebagai dasar analisis, penelitian ini menggunakan teori pertukaran sosial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses transformasi kiai ke dalam kekuasaan berokrasi negara mewarnai pola dinamika politik dan proses perjalanan pemerintahan di Sumenep. Keyakinan dan kepercayaan masyarakat terhadap sosok kiai di dalam birokrasi negara menuai harapan bahwa keterlibatan kiai dapat memberikan pengaruh terhadap pola pemerintahan yang bersih dan lebih baik di Sumenep. Namun sebagian dari kiai tidak mampu mewujudkan karena ruang birokrasi yang penuh dengan kepentingan politik. Bahkan ikut terlibat dan menjadi bagian dari terciptanya perilaku-perilaku korupsi dalam birokrasi negara. Persoalan mentalitas sebagian elit kiai yang dibawa dari kultur keberagamaan adalah sesuatu yang dominan sebab terjadinya tindakan korupsi di Sumenep. Menariknya, mereka sebagian kiai membangun upaya rasionalisasi untuk menetralisir yang semula korupsi sesuatu yang salah dianggap sesuatu yang wajar dan tidak salah selama niat korupsi demi jalan kebaikan bersama. Pada akhirnya penelitian ini berusaha mendiskripsikan hasil penelitian sebagai upaya bersama-sama membuka kesadaran masyarakat akan pentingnya mengenali fenomena korupsi guna memberantas tindakan kejahatan korupsi.