Patut
kita ajungkan jempol, karena saat itu terlihat jelas eksistensitas pemuda dalam
mewujudkan harapan-harapan bangsa yang secara substansial adalah beban yang
harus diperjuankan oleh pemuda sampai titik darah penghabisan. Namun sangat
berbeda ketika sedikit menggeser pandangan kita pada zaman hari ini, pemuda yang
mestinya bisa memahami problem kebangsaan secara kritis transformatif dianggap
gagal akibat realitas kehidupan yang berorientasi pada gaya hidup modernis.
Hingga seringkali terjerumus oleh fanatisme kenikmatan hidup yang menyesatkan,
seperti yang masih kerap terjadi dikalangan pemuda di Negeri ini, semisal
pergaulan bebas, minuman alkohol, maupun pecandu narkoba.
Tentu
hal ini menjadi kegelisahan bersama, karena semangat kebanggaan terhadap
nilai-nilai kehidupan berbangsa berlahan-lahan mulai mengalami pengikisan.
Pemuda yang kian hari semakin menunjukkan sikap lemahnya nasionalisme, tidaklah
mustahil pemuda hari ini kehilangan karakteristik hingga berkecendrungan sulit
untuk menemukan identitas diri. Walhasil kedaulatan bangsa akan sangat mudah
ternodai oleh nilai-nilai kebudayaan asing yang sesungguhnya tidak relevan
dalam konteks keindonesian. Jika demikian, akankah kita masih mengatakan bahwa
kita mengerti sejarah dan nilai-nilai yang tersirat dalam sumpah pemuda sebagai
semangat pemuda hari ini?
Jawaban
atas pertanyaan diatas, sebenarnya refleksi bagi pemuda saat ini untuk kembali
menganalisa diri dan menata kesadaran berbangsa dan bernegara. Sampai saat ini
sebenarnya masih relefan untuk kembali mengimplemintasikan nilai-nilai yang
terdapat dalam momentum sumpah pemuda, karena pemuda sampai kapanpun dianggap
sebagai tulang punggung bangsa dan ditangan pemuda tergenggam harapan-harapan
bangsa yang sangat menentukan kuat-lemahnya gerak bangsa menuju kearah
kemajuan.
Tidak
ada jalan lain yang bisa dilakukan oleh pemuda secara indifidu selain, Pertama, mengembalikan kesadaran atas
status dan perannya sebagai pemuda, karena mengingat beban harapan bangsa ada
ditangan mereka, kedua, melatih
tumbuhnya sifat kritisisme hingga tercipta kepekaan terhadap problem sosial kebangsaan,
Ketiga, menumbuhkan sifat solidaritas dan kepedulian terhadap
problem-problem kebangsaan. Jika ketiga hal tersebut bisa terealisasikan dalam
jiwa setiap pemuda, maka akan cukup sebagai modal untuk membangun bangsa dari
keterpurukan akibat penindasan kolonialisasi global.
Tangan
tergepal maju kemuka, adalah simbol perlawanan kaum muda terhadap rezim yang
menindas hak-hak rakyat. Seperti itu kiranya, selain memahami momentum sumpah
pemuda sebagai simbol lahirnya kesadaran nasionalisme untuk menggalang
persatuan dan kesatuan bangsa dalam melawan kolonialisme Belanda, dapat kita
maknai sebagai semangat kobaran api pemuda dalam memperjuankan nasib rakyat
yang sampai hari ini belum terselesaikan dan masih sedikit jumlahnya, pemuda
yang peka dan berjuang digaris kerakyatan.
Saatnya,
kaum muda berada digarda terdepan untuk membebaskan belenggu ketidak adilan
terhadap rakyat akibat system dan segilintir orang cerdas memintari hak-hak
rakyat. Berangkat dari pembacaan itulah, pemuda harus mampu bergerak sehingga
dapat mengisi perannya dalam mengisi kemerdekaan yang pada tahapannya dituntut
untuk memperjuangkan suara rakyat yang sampai saat ini belum pernah dipenuhi
oleh wakil dewan perwakilan rakyat.
Berbicara
pemuda tidak cukup hanya dalam forum opini kali ini saja, akan tetapi harapan
penulis tetap berkelanjutan di forum-forum media dan diskusi yang lebih intens
lagi, karena begitu sangat pentingnya wacana pemuda sampai saat ini, sebagai
tunas bangsa dan masa depan bangsa yang menaruh harapan berjuta suara rakyat
yang sedang menanti kehidupan yang sejahtera dan berkeadilan. Barangkali ini
menjadi pemahaman awal untuk memantapkan langkah pembaca untuk bersama-sama
bergerak untuk melawan segala bentuk penindasan yang seringkali memposisikan
bangsa ini, sebagai bangsa yang lemah dimata dunia
0 komentar:
Posting Komentar