Pada
tanggal 24-25 Agustus 2013 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sukses mewisuda 1468
orang dari lulusan Diploma 82 orang, Sarjana 1221 orang dan Magister 154 orang serta
Doctor 11 orang. Dalam sambutannyya, Prof.Musa Asy’ari sebagai Rektor UIN Sunan
Kalijaga mengungkapkan bahwa kita patut berbangga hati karena wisuda periode kali
ini adalah periode wisuda special dengan jumlah wisudawan terbanyak
dibandingkan periode-periode wisuda tahun sebelumnya.
Bagi
seorang sarjana muda tentu proses hidup tidak akan berhenti di hari prosesi wisuda
yang kala itu sakejab menyulap menjadi hari yang membanggakan dan membahagiakan.
Setelah lulus kuliah dan berhasil memperoleh gelar sarjana pasti akan banyak
pertanyaan yang hendak dijawab, “ya..mau kemana?. Maka untuk sementara jawaban
yang tepat, kamu kerjain apa sajalah yang penting tidak terlihat seperti orang
penganguran.
Masa
transisi yang dialami sarjana muda seperti keadaan menjenuhkan, membosankan dan
bahkan mengalami stress merupakan sesuatu yang wajar dirasakan, hal ini akibat transformasi
ruang yang semula nyaman beraktifitas di lingkungan kampus, setelah wisuda terlepaskan
dan dibenturkan dengan sulitnya memperoleh ruang aktifitas baru hingga terjebak
dalam ruang pengangguran. Hal itu disebabkan oleh banyaknya lulusan sarjana dan
sulitnya memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bidang keilmuan serta tekanan
lingkungan social masyarakat dan keluarga yang seolah-olah memberi suatu ukuran
bahwa eksistensi keberhasilan sarjana yaitu dapat dilihat dari sukses tidaknya
memperoleh suatu pekerjaan.
Kondisi
demikian memberikan suatu implikasi dan pengaruh besar terhadap sebuah pilihan langkah
hidup. Sebagaimana informasi yang didapatkan oleh penulis bahwa lebih dari 50% (wawancara
dengan teman-teman lulusan priode 2012/2013) sarjana mengatakan sulit untuk
mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang keilmuan. Ironisnya mereka
mengahiri kebingungan dengan melamar pekerjaan yang sama sekali tidak ada
relevansi dengan keilmuan yang ditekuninya. Seperti sarjana pendidikan misalnya
yang bekerja di kasir swalayan, sarjana sosiologi bekerja jadi pelayan lesehan
warung makan dan sarjana hukum bekerja di pabrik perusahan.
Jika
seperti ini, saya tidak salah mengatakan bahwa kampus yang kita percaya hanya
sebagai kantong para cadangan tukang-tukang pekerja serabutan oleh siapa saja
yang ingin menggunakannya asalkan bermodal dan berkuasa. Lantas yang menjadi
pertanyaan besar adalah kemana wajah-wajah mahasiswa yang katanya dahulu
sebagai sosok yang selalu berada di garda terdepan sebagai elemin bangsa yang
memiliki daya kritis dan transformatif.
Pak Rektor, Ijazahku
Wes Keluar. Piye..?. Seakan tidak tahu siapa yang harus
disalahkan, mereka semua mimang tidak salah dan mereka memilih untuk diam
melihat para sarjana kebingungan. Dalam hal ini penulis ingin menegaskan bahwa
pendidikan sejatinya dibangun untuk melahirkan sarjana yang cendekia yang siap
memberikan sumbangsi terhadap bangsa dan Negara sesuai dengan keilmuan dan
proses selama di kampus. Bukan untuk memenuhi bangku cadangan para tukang serabutan
yang siap menunggu panggilan.
Mari
kita bangun kesadaran diri jangan terjebak pada hal yang pragmatis hingga kita
dengan mudah mengahiri proses. Sarjana adalah harapan bangsa dan Negara, maka
wajib hukumnya untuk membangun dan mendirikan kembali kekuatan bangsa tampa
harus melalui jalan formal sekalipun…sukses
Selamat membaca tulisan sarjana melewati
masa-masa kejenuhan.!
Penulis:
Subaidi, S.Sos
(Wisudawan Periode
2012/2013 UIN SUKA YK)
17 September'13
Alhamdulillah sudah sampai selesai ku baca.. dan selanjutnya nanti ku komentari dari mahasiswa dengan prodak yang sama, tapi jalan yang berbeda...
BalasHapushem...beGituLah sosok mahasiswa
BalasHapusberarGument denGan penuh do'a dan harapan. ya trus sperti itu.
kita ynG tua hanya menGamini..
semoGa menjadi kenyataan ynG baik-baik sajha.
Menjadi seorang sarjana adalah salah satu tujuan bagi mahasiswa dan khususnya juga saya.. amin. sebenarnya apa si yang mau di cari, selain ilmu yang menjadi tujuan utamanya juga Gelar.. bekun begitu (sepakatlah.
BalasHapusDi pukul rata saja, enaknya ngomong ya sarjana itu pasti mempuyai hal yang lebih ketimbang yang tidak kuliah atau sarjana dan otomatis telah melewati serangkaian penimbaan ilmu pengetahuan di bangku kuliah berdasarkan bidangnya masing-masing.
Entah itu dari mulai yang yang kuliah di bidang keguruan, kedokteran, kesehatan, ekonomi, hukum dan Sosial seperti kita ini.. heheh Sosiologi agama kok di Ushuluddin.. ada tapi nyata...hahah
Akan tetapi, bingung setelah sarjana mungkin aku tidak bisa langsung menjawabnya, karena kau belum sarjana.. nah pertayaan selanjunya setalah sarjana mau atau akan bekerja di mana?
Kebingungan itu banyak sekali dirasakan oleh para sarjana. Dan hal tersebut ternyata bukan saja dirasakan oleh mereka yang telah menyandang titel sebagai seorang sarjana. Tapi juga dirasakan oleh mahasiswa di akhir-akhir perkuliahannya...hehe Otak sudah mulai berfikir keras, kemana setelah kuliah? (dari hasil cakap-cakap di meja kantin).
Memang bukan tanpa alasan ketika memang mas ubaid mengatakan demikian. Tapikan hal tersebut juga sebenarnya dipengaruhi oleh ketidaksiapan dalam menguasai bidang ilmu pengetahuan lain, (mungkin tidak mas) yang seharusnya dipelajari oleh setiap mahasiswa. menurutku si... salam, adek tingkat mu, follow Back http://priyonisme.blogspot.com/
Sejak awal, empat tahun yang lalu saya sudah menyadari betul tujuan kenapa saya harus jauh-jauh kuliah sampai di kota Yogyakarta.Pertama, oleh karena saya sadar akan proses, bahwa sejatinya mahasiswa tidak hanya untuk duduk manis mencari ilmu menunggu gelar tiba dan selembar Ijazah. Namun yang terpenting adalah seorang mahasiswa mampu menganilis eksistensi dirinya dan peka terhadap lingkungan sosialnya, guna mengujudkan suatu keputusan sikap kritis dan transformatif. kedua, setelah bertahun-tahun ditempa di ruang akademis, saya berkesimpulan dan meyakini bahwa kampus bukan ruangan mencari pekerjaan. Namun dunia akademis yang dipenuhi kajian teori tersebut, digunakan minimal dapat memposisikan diri dengan suatu cara pandang yang luas dan sikap yang ideal.
BalasHapusinsyaallah saya siap selalu mas priyo!!
saran gratis boleh di ikutin atau tidak mas..monGGo tata niat...
Gunakan daya maGnit potensi, biar tidak terkesan menGejar-menGejar suatu ynG seharusnya tidak dikejar.
Siap nGanGGur !!..bukan berarti tidak bisa menGerjakan apa-apa./Spirit Priyoisme
Aku kurang bisa berteori - "[Gunakan daya maGnit potensi, biar tidak terkesan menGejar-menGejar suatu ynG seharusnya tidak dikejar.] aku senang dengan yang ku kutip tu mas Ubay...
BalasHapusTak tunggu lanjutan ceritanya... dan kalau boleh... skipsinys sekalian ke via email priyonisme@gmail.com ya mas.. tak tunggu./// antarane kyai dan korupsi... pengen baca aku mas
Tambahan lagi mas.. kalau bisa di beri laman pengikut mas.. jadi aku tahu kalau panjenengan update tulisan.. .. begitu... kaya di blog ku... Followback
BalasHapus